Artikel

Pemerintahan Jokowi-JK dan Kurikulum 2013

Presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), setelah resmi dilantik 20 Oktober 2014 dipastikan menghadapi beragam persoalan banyak bidang super  kompleks dan berat. Di bidang politik misalnya, masyarakat awam secara kasat mata melihat betapa berat masalah yang muncul akibat  sikap politik kubu oposisi (koalisi Merah Putih) yang mencoba memosisikan diri sebagai kekuatan yang benar-benar akan konsisten mengritisi kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi-JK di semua bidang. Terpeleset sedikit saja pemerintahan Jokowi-JK dalam mengambil keputusan pastilah dimanfaatkan pihak oposisi untuk menekan kuat pemerintah.

Di bidang ekonomi, pemerintahan Jokowi-JK tampak akan menerima warisan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono berupa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing termasuk dolar Amerika Serikat (AS). Menjelang akhir September 2014 (jauh sebelum kabinet Jokowi-JK terbentuk) saja nilai rupiah melemah hinggga angka Rp 12.000 per dolar AS. Setiap pergantian pemerintahan di Indonesia pelaku pasar valas lazim “bermain” dengan bersikap menunggu pembentukan kabinet  baru serta melihat reaksi publik atas pembentukan kabinet baru itu berikut kinerja 100 hari pertamanya.

Manakala susunan kabinet baru dinilai (dianggap) bagus dan memuaskan ekspektasi publik, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing termasuk dolar AS terkoreksi positif, menguat. Tetapi jika sebaliknya, susunan kabinet baru dianggap mengecewakan, nilai tukar rupiah langsung bereaksi negatif, melemah.

Tentu sangat tidak diharapkan susunan kabinet Jokowi-JK nanti mengecewakan ekspektasi publik. Pasalnya, jika itu terjadi dipastikan penurunan nilai tukar rupiah tak bisa dihindari dan menimbulkan efek negatif berantai berupa kenaikan harga barang-barang di pasar yang dapat kian memberatkan beban hidup rakyat dan ujung-ujungnya (di bidang sosial) bisa makin memperbanyak jumlah penduduk miskin di negeri ini.

Persoalannya, apakah susunan kabinet Jokowi-JK nanti akan memuaskan ataukah mengecewakan harapan publik? Tentu masyarakat luas menungggu pembentukan kabinet Jokowi-JK dan sangat berharap mudah-mudahan susunan kabinet itu nanti memuaskan masyarakat pada umumnya.

Di bidang pendidikan, pemerintahan Jokowi-JK juga menghadapi persoalan yang tidak ringan. Sekarang ini dunia pendidikan (praktik ajar mengajar) kita, terutama di tingkat sekolah dasar (SD) hingga lanjutan atas (SLTA) sedang dalam masa transisi menyusul penerapan (pemberlakuan) Kurikulum Tahun 2013, menggantikan kurikulum lama yang dianggap kurang mendukung penciptaan kualitas siswa yang benar-benar baik secara mental (moral) maupun keterampilan (skill). Sudah diketahui bersama Kurikulum 2013 mencakup tiga aspek wajib yang mesti digarap serius, maksimal, dan efektif terutama oleh kalangan pendidik (guru). Ketiga aspek itu adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Penekanan aspek pengetahuan pada Kurikulum 2013 sama seperti kurikulum sebelumnya, yakni pada tingkat pemahaman siswa dalam pelajaran. Nilai aspek pengetahuan bisa didapat dari ulangan harian, ujian tengah dan akhir semester, serta ujian kenaikan kelas.

Aspek keterampilan sebagai hal (unsur) baru dalam Kurikulum 2013 ditekankan pada upaya eksplorasi ataupun pembentukan/pembangunan sikill (kemampuan) siswa seperti kemampuan mengungkapkan pendapat, berdiskusi (musyawarah), membuat laporan (kemampuan menulis), dan berpresentasi. Tanpa keterampilan, pengetahuan siswa tak akan pernah tersalurkan dan berhenti sebagai teori semata. Itu sebabnya dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah berdasarkan Kurikulum 2013 ini setiap siswa dituntut lebih aktif dan guru harus dapat jadi pendengar yang baik yang harus sanggup (mampu) memfasilitasi semua keberagaman, baik penalaran, kecerdasan maupun latar belakang siswa.

Aspek sikap tentu terkait erat dengan upaya membentuk mental (moral spiritual) dan perilaku (budi pekerti) siswa yang luhur, mulia. Unsur-unsur penting yang mesti diperhatikan dalam aspek ini antara lain sopan santun, adab dalam belajar, absensi, sensitivitas/kepekaan sosial, dan religi/agama. Agar garapan aspek sikap optimal, maka diperlukan kerja sama yang baik antara orang tua (wali murid), guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK. Dan, penilaian aspek sikap dapat diterapkan setiap tatap muka (guru dengan siswa).

Jadi, menurut hemat penulis, di luar karut-marut implementasi Kurikulum 2013 yang masih sarat masalah sekarang ini, secara konseptual Kurikulum 2013 memang tampak bagus dan mendukung lahirnya ‘genarasi emas’ bangsa Indonesia yang diharapkan sangat kompetitif di tengah ketat dan kerasnya kompetisi kehidupan antarnegara bangsa di segala bidang di era globalisasi sekarang dan yang akan datang. Kurikulum 2013 mengarahkan dunia pendidikan kita tidak sekadar menjadi ajang transfer of knowledge (transfer ilmu pengetahuan dari guru/buku kepada murid) semata, melainkan juga tempat pembangunan keterampilan dan karakter (character building) demi terciptanya siswa didik yang cakap intelgensi (cerdik, pandai), berketerampilan, dan berbudi pekerti yang luhur/mulia (berakhlaqul karimah). Dengan Kurikulum 2013 dunia pendidikan diarahkan untuk mendidik siswa agar belajar tahu (how to know), belajar kecakapan hidup (how to do), belajar melahirkan potensi diri (how to be), belajar hidup bersama dalam keragaman (how to live together), belajar menghasilkan (how to earn), serta belajar berperilaku sopan dan santun.

Apabila pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen kuat melanjutkan implementasi Kurikulum 2013 sembari mengatasi segala permasalahan (kekuarangan) yang ada di lapangan saat ini, niscaya lahirnya generasi emas bangsa Indonesia dan Indonesia bebas koruptor tinggal menunggu waktu saja. Pertanyaannya, apakah pemerintahan Jokowi-JK nanti berkomitmen melanjutkan impementasi Kurikulum 2013 tersebut?  Pertanyaan ini muncul dilatari benak penulis yang khawatir akan kebiasaan di republik ini  bahwa ganti menteri biasanya diikuti ganti kebijakan, genti menteri pendidikan diikuti ganti kurikulum. Tentu, di sini penulis sangat berharap mudah-mudahan siapapun yang ditunjuk Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri Pendidikan nanti tidak mengganti Kurikulum 2013 yang implementasinya baru berusia ‘seumur jagung’  ini. Semoga.

 

Oleh :

Dra. Nurlaila Mahmudah, guru matematika di SMK Negeri 3 Yogyakarta dan SMK Penerbangan Yogyakarta.

Dimuat di harian Bernas hal 4 Rubrik “Wacana”, Sabtu Kliwon 18 Oktober 2015         

           

                  

Similar Posts